Minggu, 13 Februari 2011

Kalau Bisa Dipersulit Mengapa Dipermudah?

http://www.resensi.net/wp-content/uploads/2007/01/rintangan.jpg 
Siapa tidak kenal ungkapan paling populer ini? Simak bagaimana penerapannya secara positif bagi pengembangan diri.

Jika Anda pernah berurusan dengan birokrasi swasta maupun pemerintah di Republik ini, Anda pasti tidak asing dengan ungkapan i atas. Itulah ungkapan yang menggambarkan buruknya sikap mental para birokrat yang seharusnya punya kredo melayani publik, namun sebaliknya justru mereka yang akhirnya harus dilayani publik. Tak heran jika kita mengurus perizinan atau proses tertentu, maka dengan segala kelihaiannya para birokrat itu akan mempersulitnya. Akibatnya urusan jadi bertele-tele dan benar-benar menyita waktu. Jika kita takluk, maka mau tidak mau harus merelakan sejumlah uang untuk mempercepat urusan tersebut. Kebiasaan ini pula yang melestarikan mental korupsi di masyarakat kita. Jadi, ungkapan kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah benar-benar menjadi penyakit mental yang luar biasa mengesalkan dan merugikan.

Kalau demikian adanya, bagaimana mungkin ungkapan tentang penyakit mental itu bisa diaplikasikan secara positif? Bukankah jika semakin banyak orang melakukannya, maka akan semakin runyam pula situasi yang kita hadapi?

Mari sejenak membayangkan, misalnya saja Anda yang cenderung mudah sekali kehilangan kepercayaan diri. Akibatnya, segala hal yang Anda lakukan jadi buruk hasilnya. Nah, seandainya saja ada formula yang membuat Anda bisa ‘mempersulit’ munculnya rasa kurang percaya diri tersebut, kira-kira akankah pekerjaan yang Anda lakukan bisa memberi hasil lebih baik? Kemungkinan besar kinerja Anda akan lebih bagus hasilnya jika Anda bisa melakukannya dengan penuh percaya diri. Jadi titik perhatiannya adalah mempersulit munculnya rasa kurang percaya diri.

Ya, sesederhana itulah prinsipnya. Persulit munculnya hal-hal atau kebiasaan negatif. Dengan strategi itu, kemungkinan Anda bisa lebih matang dan efektif sebagai pribadi. Nah, hal atau kebiasaan negatif apa saja yang harus dipersulit atau tidak boleh dipermudah kemunculannya? Berikut uraian ringkasnya:

1. Negative Thinking
Pola pikir negatif adalah pola pikir yang dipenuhi oleh sikap apriori, prasangka, ketidakpercayaan, kecurigaan, dan kesangsian yang umumnya tanpa nalar maupun tanpa dasar sama sekali. Umumnya pola pikir negatif adalah cara-cara memandang suatu persoalan dengan mengabaikan rasionalitas, logika, fakta, atau informasi yang relevan. Sungguh pun begitu, rasionalitas pun bisa terjerumus dalam kerangka berpikir negatif. Artinya, seseorang bisa memanfaatkan rasionalitasnya untuk memandang secara negatif. Ini justru lebih berbahaya lagi karena negativisme ini justru banyak muncul di kalangan terdidik yang belum tercerahkan dan matang sikap mentalnya. Dampak buruk dari mudahnya kita berpikir negatif adalah sulitnya kita menerima pendapat orang lain, sulit menerima hal baru, sulit bersosialisasi, dan sering muncul sebagai pribadi yang kurang menarik
untuk diajak kerjasama. Jika Anda merasa mudah berpikir negatif, maka persulitlah kemunculannya.

2. Rasa Malas
Rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Rasa malas menggambarkan hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan atau apa yang sesungguhnya dia inginkan. Masuk dalam keluarga besar rasa malas adalah rasa sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari kewajiban, menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, dll. Jika keluarga besar dari rasa malas ini mudah sekali muncul dalam aktivitas sehari-hari kita, maka dijamin kinerja kita akan jauh menurun. Bahkan bisa jadi kita tidak pernah bisa mencapai sesuatu yang lebih baik sebagaimana yang kita inginkan. Sekalipun seseorang memiliki cita-cita atau impian yang besar, jika kemalasannya mudah muncul, maka cita-cita atau impian besar itu akan tetap tinggal di alam impian. Jadi, jika Anda ingin maju, persulit kemunculan kemalasan itu.

3. Kemarahan
Kemarahan adalah tumpahan perasaan atau luapan emosi yang biasanya diikuti dengan egoisme, perasaan jengkel, benci, gusar, kecewa, dan menyalahkan pihak lain. Sejalan dengan rasa marah ini, maka seseorang yang mengalaminya akan mudah sekali kehilangan akal sehat dan kontrol diri. Seorang berkepribadian reaktif, impulsif, dan berpola pikir negatif akan cenderung mudah kehilangan kendali atas perasaannya. Akibatnya bila bentuk perasaan itu adalah kemarahan, maka yang bersangkutan bisa nampak seperti orang yang kehilangan kepribadian.

Kemarahan selalu berdampak negatif bagi siapa pun di sekitar orang itu. Apalagi jika perwujudannya mengarah ke pelampiasan secara fisik. Bad temper bisa menjadi penyakit kejiwaan yang kronis dan berbhaya. Dampak negatif dari mudahnya rasa marah muncul ke permukaan adalah buruknya relasi orang bersangkutan. Beberapa orang dengan kematangan pribadinya mampu mengelola rasa marah secara positif. Namun kebanyakan orang sulit mengendalikan rasa marahnya. Oleh sebab itu, jika ingin sukses dalam relasi pribadi dan sosial, persulitlah munculnya rasa marah berlebihan.

4. Kecerobohan
Kecerobohan sma artinya dengan kekurangwaspadaan atau kelalaian. Kecerobohan adalah simbol ketidakmatangan pribadi. Ini merupakan sikap atau perilaku yang berbahaya sekali. Terutama jika seseorang berada di titik-titik kritis dan sangat menentukan dalam perjalanan hidupnya, dan pada saat yang sama dirinya harus mengambil keputusan atau menentukan pilihan. Kecerobohan mudah muncul jika seseorang malas belajar dari pengalaman, enggan mendengar nasihat orang yang kompeten, dan mudah muncul pula karena seseorang memiliki perasaan sombong atau egoisme. Pribadi yang efektif akan berusaha semaksimal mungkin menghindari sikap lalai atau ceroboh. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan kebiasaan menimbang atau memperhitungkan segala aspek dengan cermat, teliti, fokus, dan terkonsentrasi. Jika ingin memperkecil kegagalan atau penyesalan, maka persulitlah munculnya sikap ceroboh.

5. Rasa Takut
Rasa takut adalah penyakit kronis yang juga sangat merugikan. Rasa takut biasanya muncul jika seseorang kurang memahami suatu persoalan, kurang mendapat informasi, tidak terbiasa bersikap praktis, atau memang karena penyakit-penyakit psikologis seperti trauma masa lalu. Rasa takut yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman, informasi, atau kurangnya kebiasaan bertindak relatif mudah diatasi. Tetapi rasa takut akibat trauma memang tidak mudah dihilangkan. Walau begitu, menghilangkan rasa takut benar-benar bisa dilatih. Orang bisa karena terbiasa. Demikian juga orang bisa berani karena terbiasa. Jika ingin menjadi pribadi yang penuh percaya diri dan berani, persulitlah munculnya rasa takut.

Nah, Anda bisa memperpanjang sendiri daftar hal-hal atau kebiasaan negatif yang memang harus dipersulit kemunculannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bukan sekedar dipersulit. Jika memungkinkan, enyahkanlah hal-hal negatif tersebut. Kehidupan yang lebih efektif dan bermanfaat sudah pasti bisa dinikmati. Selamat mempersulit hal-hal yang tidak perlu dipermudah!